Aturan Baru Indonesia Tentang Stateless Memerlukan Implementasi yang Kuat
Table of content:
Indonesia telah mengadopsi langkah besar dalam menangani isu kewarganegaraan yang dihadapi oleh warganya. Pada Februari 2025, pemerintah resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025, yang bertujuan untuk mengatasi status tanpa kewarganegaraan atau statelessness di kalangan rakyatnya. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu mereka yang kehilangan dokumen kewarganegaraan, terutama pekerja migran dan anak-anak yang terlahir tanpa status hukum yang jelas.
Melalui peraturan ini, warga negara Indonesia yang berada di luar negeri kini dapat mengonfirmasi status kewarganegaraan mereka di kedutaan dan konsulat. Langkah tersebut diambil untuk mengisi kekosongan administratif yang selama ini membebani banyak orang yang tidak memiliki bukti kewarganegaraan.
Selain itu, peraturan baru ini merupakan langkah pertama dalam pengakuan formal bahwa kewarganegaraan dapat dipulihkan meskipun individu tersebut berada di luar negara asalnya. Hal ini menjadi titik balik dalam cara pandang pemerintah terhadap kewarganegaraan dan melindungi hak-hak warganya.
Perubahan Struktur dan Pandangan terhadap Status Kewarganegaraan
Peneliti dari Maslow Quest Foundation, Cassadee Orinthia Yan, menyebut kebijakan ini sebagai langkah struktural yang signifikan. Ia menjelaskan bahwa kewarganegaraan sering kali dipahami dalam konteks pengungsi, padahal ada banyak aspek lain yang perlu diperhatikan seperti ketidakadilan administrasi yang ada.
Yan menekankan bahwa peraturan baru ini memaksa Indonesia untuk merenung dan mengenali kelemahan dalam sistem hukum dan birokrasi yang selama ini ada. Kewarganegaraan tidak selamanya dapat dianggap sebagai status yang diberikan tanpa mempertimbangkan kondisi individu yang terpinggirkan.
Reformasi yang diusulkan diharapkan tidak hanya memberikan jaminan administratif, melainkan juga mengubah paradigma bagaimana suatu negara memandang kewarganegaraan. Namun, tantangan terbesar terletak pada implementasinya di lapangan.
Implementasi Kebijakan dan Peran Komunitas
Yan menggarisbawahi bahwa verifikasi kewarganegaraan tidak hanya bisa dilakukan melalui kedutaan, tetapi juga harus melibatkan tingkat desa dan pusat detensi. Sebagian besar orang yang tidak memiliki dokumen biasanya tidak terdaftar dalam sistem, sehingga akses terhadap verifikasi menjadi sangat terbatas.
Menurut laporan terbaru mengenai kewarganegaraan, banyak anak-anak Indonesia yang lahir di luar negeri seperti di Malaysia dan Arab Saudi, mengalami masalah serupa dan mewarisi status tidak berdokumen dari orang tua mereka. Peraturan baru ini memberikan harapan baru bagi mereka untuk diakui dalam sistem hukum Indonesia.
Pentingnya pendekatan berbasis komunitas menjadi sorotan dalam proses verifikasi. Dengan melibatkan tokoh masyarakat dan LSM, identitas individu dapat lebih mudah dikonfirmasi, terutama ketika catatan resmi tidak tersedia.
Kerja Sama Regional dalam Menangani Status Kewarganegaraan
Langkah Indonesia dalam penanganan kewarganegaraan tidak berhenti di sini. Pada Juli 2025, Indonesia bersama dengan Filipina mengumumkan pembentukan satuan tugas untuk membantu menormalkan status hukum warga keturunan Filipina di wilayah perbatasan. Inisiatif ini mencakup penerbitan dokumen penting seperti akta kelahiran dan kartu identitas secara gratis bagi mereka yang membutuhkan.
Meskipun banyak pihak menyambut baik upaya ini, Yan mengingatkan bahwa masalah tanpa kewarganegaraan tidak hanya sekadar mendistribusikan dokumen. Namun, juga berkaitan dengan integrasi sosial yang lebih luas di masyarakat.
Seiring dengan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah, pendekatan berbasis komunitas tetap menjadi kunci untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada. Jika tidak, masalah-masalah yang sama akan terus berulang dan menghalangi kemajuan yang telah dicapai.
Paradigma baru dalam Kewarganegaraan Indonesia
Saat ini, Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB mengenai Status Tanpa Kewarganegaraan, yang menjadi instrumen penting dalam penanganan masalah ini. Hal ini dapat menurunkan kredibilitas reformasi domestik dalam pengakuan hak-hak kaum tanpa kewarganegaraan yang seharusnya mendapatkan perlindungan.
Sejalan dengan itu, ada kebutuhan mendesak untuk mengubah cara berpikir mengenai kewarganegaraan. Ini tidak hanya seharusnya berpusat pada hak-hak legal, tetapi juga pada pengakuan sosial dan keberadaan individu dalam masyarakat.
Berbagai inisiatif lokal yang mulai berkembang menunjukkan bahwa ada kemauan untuk melakukan perubahan. Di daerah seperti Aceh dan Batam, program pencatatan kelahiran keliling yang digerakkan oleh LSM dan pemerintah daerah menawarkan solusi yang lebih konkret dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Bagi banyak orang yang hidup dalam ketidakpastian hukum, seperti pelaut tak berdokumen dan anak-anak di kamp pekerja migran, kebijakan ini diharapkan menjadi titik awal dari perubahan signifikan. Dengan berbagai tantangan yang ada, adalah penting bagi Indonesia untuk melanjutkan upaya tersebut dan membuat perubahan yang nyata bagi warganya.
“Kewarganegaraan tidak hanya sekadar status hukum, tetapi adalah hak untuk diakui,” kata Yan, menekankan pentingnya implementasi kebijakan yang efektif. Implementasi yang baik sangat bergantung pada keseriusan dan keberanian Indonesia untuk berubah dan memberikan pengakuan yang selayaknya bagi semua individu tanpa kecuali.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now








